February 06, 2004
RAPUH
Perempuan menggeliatkan badannya. hmm... sudah pagi.. Terbangun oleh suara selularnya. Ada SMS masuk. Di layar tertera profil pengirimnya. Membaca. Bingung terdiam. Sejurus kedepan akhirnya mengerti. Si Pengirim salah mengirimkan pesan, entah disengaja atau tidak. Isinya kira-kira tentang sebuah cerita buat si Yang Harusnya Menerima. Dan si Pengirim ingin membantu si Yang Harusnya Menerima untuk finishing touch nya.
Sederhana. Sayangnya, Perempuan tau, untuk siapa seharusnya pesan itu dikirimkan.

Aku tidak mengerti, Tuhan.., bisik hati perempuan. Lelaki masih saja seperti ini. Lelaki tidak berhenti. Lelaki pernah berbicara tentang jiwa Perempuan, imaji yang dibangun tentang seorang yang mampu berkorban demi cinta. Sayang, Perempuan adalah rapuh. Namun untuk tiap kerapuhan yang terkuak, Lelaki terus mengasah Perempuan untuk menjadi lebih kuat lagi. Lebih siap jika di suatu saat harus berkorban.

Seperti mengasah pisau. Agar mampu menebas segala akar yang melintang menuju nirwana. Satu hal terlupakan oleh Lelaki. Pisau yang tajam pun mampu melukai. Seperti akhir-akhir ini. Perempuan semakin kuat dan semakin siap melindungi dirinya dengan pisau yang telah terasah tajam itu. Untuk setiap hal yang dirasakan mengancam hatinya, Perempuan mulai membabibuta menebaskan pisaunya. Seringkali mengenai Lelaki. Membuat Lelaki ikut terluka. Hey Lelaki, ini pisau yang kau asah..

Selular di tangan Perempuan kembali mengeluarkan suara. Sudah mandi belum? Mungkin pesan ini untukku, pikir Perempuan. Mungkin.
Rasa dingin mulai menjalar dari ujung jari-jari kakinya. Perlahan hingga dia merasa sedingin es. Letih melepaskan perih yang tiada terlihat.
Apa ini ganjaran dari Tuhan atas salahku semalam? Karena aku bertemu dengan Seseorang? Ah.. akupun tak sengaja bertemu dia. Atau mungkin karena aku masih menyimpan rasa gugup untuk Seseorang? Hanya gugup. Bukan cinta.

Semalam, di sebuah toko pakaian di Menteng, Perempuan bertemu Seseorang. Dia yang selalu mampu menghasilkan perasaan gugup dalam diri Perempuan. Dia yang menyentuh lembut bahu Perempuan dan bercakap, walau rasa gugup masih ada disana.
"Tisha, apa kabar ?" Sapanya ringan. Seseorang masih menyebut Perempuan seperti itu.
"Baik ... apa kabar Cwork ?"
Tergelak, "Anak Kecil.. Kamu masih saja memenggal namaku dengan cara yang aneh."
Karena kaupun demikian
"Aku baik. Hanya sibuknya yang ngga ketulungan. Papa mulai berhenti dari urusan politiknya. Tahun inipun ngga mencalonkan diri lagi di legislatif. Too bad, aku yang disuruh mengikuti jejaknya. Senjata Papa selalu sama, siapa lagi anaknya yang akan seperti dia ? Tahu sendiri, Nucha di Vancouver sekarang. Padahal, kamu masih ingat cita-citaku dulu kan ? Aku hanya ingin jadi Tukang Kebun !" Tergelak kembali

Perempuan teringat. Limabelas tahun. Lama. Tapi Perempuan masih teringat. Dan terkagetpun. Seseorang masih mengingatnya juga.
Masa itu, Seseorang pertama kali menemukan Perempuan di halaman rumahnya, sedang menunggu adik Seseorang yang disebut sebagai Nucha. Semula memanggil Perempuan dengan sebutan Anak Kecil. Mungkin karena perbandingan ukuran tubuh. Atau juga karena Seseorang saat itu memakai seragam putih abu-abu sedangkan Perempuan memakai putih biru.
Selanjutnya menyuruh Perempuan menyebutkan nama lengkap dan akhirnya mengambil nama terakhir Perempuan, memenggal dengan sukses menjadi sebutan yang dipakai untuk memanggil Perempuan hingga saat ini. Setelah mempunyai sebutan untuk Perempuan, Seseorang mulai bercerita tentang pohon mangga di halaman itu. Tentang jenisnya, kerabat-kerabatnya, keunikannya dan akhirnya memberi sebuah untuk Perempuan. "Buat bekal di sekolah, dari tukang kebun untuk putri bangsawan.." Perempuan tersipu. Seseorang menerangkan arti nama Perempuan yang diambil sebagai sebutan oleh dia. Ternyata arti nama terakhir itu memang putri bangsawan.

".... Yaaa... dan akupun akhirnya memang harus tetap kembali kesana. Kamu punya keinginan untuk kembali ?"
Perempuan terseret kembali ke tengah toko pakaian itu. Masa sekarang. "Aku.. mungkin hanya kesana untuk berlibur."
"Waahh.. pasti punya pacar disini ? Kapan kamu akan menikah, Sha ? Audy sudah. Giliran kamu sekarang. By the way, aku melihatmu di pesta pernikahan Audy. Tapi aku rasa kamu bersama pacarmu waktu itu. Kamu bahkan membuang muka waktu melihatku. Takut ketahuan pacarmu yah ?" Tersenyum menggoda. Senyum itu..
Apakah kau tahu, aku membuang muka demi menyembunyikan kegugupanku ?
"Ah.. kamu kapan akan berhenti menggodaku setiap kali kita bertemu ? Aduh Cwork.. aku harus pergi, harus bawa tugas kantor ke rumah atasanku. Aku pergi ya.."
Tergelak kembali, "Hati-hati di jalan. Aku akan meneleponmu. Mungkin aku akan berpikir untuk berhenti menggodamu. Atau mungkin takkan pernah. Take care Princessa !"

Perempuan berlalu. Mengerjakan apa yang harus dikerjakannya malam itu. Kemudian pulang. Sebelum benar-benar sampai ke rumah, Perempuan berbagi tawa sebentar dengan Lelaki lewat hubungan telepon. Berakhir dengan janji Lelaki akan mengirimkan SMS yang ditunggu semalaman hingga akhirnya datang SMS yang salah alamat itu.

Perempuan kemudian menyempatkan diri menghubungi Sahabat. Bercerita tentang pertemuan dengan Seseorang.
"Dia matahari. Sudah sepantasnya bulan bersanding dengan matahari. Matahari mampu membuat bulan bersinar. Apa gunanya bulan merindukan pungguk ?" Kata-kata Sahabat menusuk hati Perempuan. Terluka, langsung memutuskan pembicaraan.
Lelaki adalah yang terbaik bagiku saat ini, pikir Perempuan tadi malam. Tadi malam. Bukan pagi ini. Pagi ini, saat ini telah menjadi saat lalu.

Berbagai pikiran bertentangan di batin perempuan. Mencoba meraba sakit itu. Sepertinya di dada. Tapi.. bukan.. bukan disitu. Seperti ada yang mendesak dari arah ulu hati, menggumpal di lorong-lorong rongga dada dan akhirnya berkumpul di tengah-tengah. Berdesak-desakan disana. Namun tetap, sakit itu tiada terlihat.
Perempuan terdiam. Berusaha mengosongkan pikiran. Supaya tenang. Supaya menjadi tenang. Supaya menjadi lebih tenang.

Aku tidak pernah ingin menjadi pisau. Aku rapuh. Hey Lelaki, ingatkah saat aku mendoakanmu malam itu ? Itu bagian dari rapuhku. Hanya rapuh yang mampu berkorban. Biar terus menjadi rapuh. Tak ingin menjadi tajam dan melukai. Aku senyap. Akan senyap. Senyap dalam kerapuhan. Rapuh dalam kesenyapan...

Suara Sting dari compo masih mengalun.
I have stood here before inside the pouring rain.. with the world turning circles running round my brain.. I guess I'm always hoping that you'll end this reign.. But it's my destiny to be the king of pain.."

Perempuan membuka laci, mengambil sebutir obat, menelannya.
still me @ 12:23 PM and your

leon!E ~ Jan'2006